Dalam psikologi, stimulus adalah bagian dari respon stimuli yang berhubunngan dengan kelakuan.
Dalam fisiologi, stimulus
adalah perubahan lingkungan internal atau eksternal yang dapat
diketahui. Ketika stimulis dimasukan kedalam reseptor sensoris, stimulus
akan memengaruhi refleks melalui transduksi stimulus.
Senin, 20 Januari 2014
bapak psikologi wilhelm wundt
Wilhelm Wundt
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wilhelm Wundt | |||||
---|---|---|---|---|---|
Lahir | 16 Agustus 1832 Neckarau dekat Mannheim, Grand Duchy of Baden |
||||
Meninggal | 31 Agustus 1920 (umur 88) Großbothen dekat Leipzig, Jerman | ||||
Tempat tinggal | Jerman | ||||
Kebangsaan | Jerman | ||||
Bidang | Psikologi, Fisiologi | ||||
Institusi | Universitas Leipzig | ||||
Alma mater | Universitas Heidelberg | ||||
Mahasiswa doktoral |
Edward B. Titchener, G. Stanley Hall, Oswald Kulpe, Hugo Munsterberg, Vladimir Bekhterev, James McKeen Cattell, Lightner Witmer[1] | ||||
Dikenal atas | Psikologi, Strukturalisme |
Wilhelm Maximilian Wundt (lahir 16 Agustus 1832 – meninggal 31 Agustus 1920 pada umur 88 tahun) adalah seorang dokter, psikolog, fisiolog, dan profesor, yang sekarang dikenal sebagai penemu psikologi modern. Ia dianggap sebagai "bapak psikologi eksperimental".[2][3][4] Pada tahun 1879, ia mendirikan laboratorium formal pertama untuk riset psikologis di Universitas Leipzig, dan membuat jurnal riset psikologis pertama pada tahun 1881.
Wundt membuat karya tulis yang menjadi salah satu yang paling penting dalam sejarah psikologi, "Principles of Physiological Psychology" pada tahun 1874. Karya tersebut menggunakan sistem dalam psikologi yang berupaya menyelidiki pengalaman langsung dari kesadaran, termasuk perasaan, emosi, gagasan, terutama dijelajahi melalui introspeksi.[5]
Wundt berupaya memahami pikiran manusia dengan mengidentifikasi elemen pembentuk kesadaran manusia, seperti halnya zat kimia yang bisa dibagi menjadi berbagai elemen. Dalam hal ini, Wundt menganggap psikologi sebagai ilmu, seperti halnya fisika dan kimia, dengan melihat bahwa kesadaran adalah kumpulan dari berbagai bagian yang bisa diidentifikasi. Walau secara luas dianggap sebagai seorang yang penting dalam kelahiran dan perkembangan psikologi, sumbangannya terhadap psikologi kontemporer banyak diperdebatkan oleh para ahli sekarang.
tanggapan dan bayangan
B. TANGGAPAN
Tanggapan
yaitu suatu bayangan yang ada dalam ingatan setelah kita melakukan
pengamatan dan obyek yang diamati tidak lagi dalam ruang dan waktu
pengamatan.
Tanggapan dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Tanggapan masa lampau atau tanggapan ingatan.
2. Tanggapan masa dating atau tanggapan mengantisipasikan.
3. Tanggapan masa kini atau tanggapan representative (tanggapan mengimajinasikan).
Ada 2 fungsi tanggapan, yaitu:
1. Fungsi
primer, yaitu apabila tanggapan yang kita sadari itu langsung
berpengaruh pada kehidupan kejiwaan (berpikir, perasaan dan pengamatan).
Individu yang memiliki fungsi primer dominan biasanya banyak geraknya,
lincah, menarik, suka mengajak, berani, gagah, humor, bermulut besar,
gembira, dll
2. Fungsi
sekunder, yaitu apabila tanggapan yang sudah tidak disadari dan ada
dalam bawah sadar itu masih berpengaruh terhadap kehidupan kejiwaan
kita. Individu yang memiliki fungsi ini sekunder dominan, memiliki
sifat-sifat suasana hati tenang, tekun, teliti, wataknya tertutup,
berbicara dan ketawanya sedikit, sering kelihatan kaku, tidak menarik
dan bosan.
Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan:
1. Pengamatan terikat pada tempat dan waktu, sedang pada tanggapan tidak terikat pada waktu dan tempat.
2. Objek pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan objek tanggapan tidak mendetail dan kabur.
3. Pengamatan memerlukan perangsang, sedangkan pada tanggapan tidak perlu ada perangsang.
4. Pengamatan
bersifat sensoris, sedangkan pada tanggapan bersifat
imaginer(baying-bayang), sifatnya tidak terlalu hidupdibandingkan dengan
pengamatan, maksudnya satu gambar pengiring atau gambar pengikut.
Catatan mengenai tanggapan:
1. Murid-murid harus diberi tanggapan sebanyak-banyaknya.
2. Murid-murid dalam mengamati bbenda-benda itu hendaknya dengan mempergunakan alat-alat indera sebanyak-banyaknya.
3. Pengajaran harus dihubungkan dengan apa yang telah diketahui oleh murid-murid
Ø Bayangan pengiring
Bayangan
pengiring optis tidak mempunyai tempat yang pasti dalam medan
penglihatan, sebab bayangan ini berpindah-pindah sesuai dengan gerakan
mata. Misalnya:
apakah kita berdiri di halaman pada waktu sinar matahari menyorot diri
kita, dan dalam waktu sejenak kita pandang bayangan kita sendiri dengan
tidak memejamkan mata, maka apabila kita sekarang melihat ke langit,
maka di sana akan ada bayangan serupa yang kita pandang itu.
Suara kadang-kadang punya bayangan pengiring. Misalnya: kalau
kalau kita semalam suntuk baru saja menyaksikan pertunjukan wayang
kulit, maka paginya sering-sering suara gemelan itu masih terdengar,
meskipun kita sudah berada jauh dari tempat pertunjukan wayang tersebut.
Ø Bayangan Eiditis
Bayangan eiditis (eidos :
arca, golek) yaitu suatu gambaran yang jelas yang didapat setelah
adanya pengawas. Gambar ini bersifat lebih tahan lama, lebih jelas
daripada bayangan pengiring. Yang bersangkutan dalam mengamatinya
seolah-olah bendanya ada di hadapannya, dan kadang-kadang ia
menggerak-gerakkan kepala dan membuat sikap sedemikian rupa supaya benda
yang diamati kelihatan.
pengertian,macam-macam,fungsi dari fantasi
FANTASI
Fantasi
adalah daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan
tanggapan-tanggapan yang ada, dan tanggapan baru itu tidak harus
benda-benda yang ada.
Fantasi merupakan fugsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam macam, yaitu:
1. Fantasi tidak sadar (tidak disengaja)
2. Fantasi disadari (disegaja)
· Fantasi bersifat mengabstraksikan, kalau dalam berfantasi itu ada bagian-bagian yang dihilangkan.
· Fantasi bersifat mendeterminasikan kalau dalam berfantasi itu sudah ada semacam skema tertentu, lalu diisi dengan gambaran lain.
· Fantasi bersifat mengkombinasikan kalau menggabungkan bagian dari tanggapan yang satu dengan yang lainnya.
fantasi terbagi menjadi 2 macam yaitu fantasi yang menciptakan dan pantasi yang dituntun atau di pimpin
3. Nilai praktis fantasi
1. Fantasi memungkinkan orang menetapkan diri dalam hidup kepribadian orang lain.
2. Fantasi memungkinkan orang untuk menyelami sifat-sifat kemanusiaan pada umumnya.
3. Fantasi meyakinkan orang untuk melepaskan diri dari ruang dan waktu
4. Fantasi memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari kesukaran yang dihadapi.
5. Fantasi
memungkinkan orang untukmenciptakan sesuatu yang dikejar, membentuk
masa depan yang ideal dan berusaha merealisasikannya.
pengertian,definisi,dan faktor persepsi
Persepsi ; Pengertian, Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi
February 16, 2012Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur; memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu Faktor Internal dan Faktor Eksternal.
1. Faktor Internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :
- Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
- Perhatian. Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
- Minat. Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.
- Kebutuhan yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
- Pengalaman dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.
- Suasana hati. Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
- Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.
- Warna dari obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
- Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.
- Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
- Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.
Minggu, 12 Januari 2014
filsafat ilmu tentang manusia
Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
(Ditinjau
dari Perspektif Filsafat Budaya)
Pendahuluan
Kehidupan secara lebih baik
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk
mencapai hidup secara lebih baik manusia perlu untuk dibentuk atau diarahkan.
Pembentukan manusia itu dapat melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi
pengetahuan tentang diri dan dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan
melalui agama. Dalam paper kerja ini kami akan membahas
tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu manusia untuk hidup
lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau dibatasi pada kerangka
berpikir pembentukan manusia yang lebih baik. Pembentukan manusia yang
lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya manusia, tetapi dalam arti
pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan berbudaya dalam perspektif
filsafat budaya, yakni hidup yang lebih bijaksana, dan lebih kritis.
Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat
adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Kelompok mencoba
mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur pembentuk itu antara
lain:
(1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas;
(3) agama
membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang
penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang
memadai manusia dapat mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui
secara lebih umum dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk
akal. Dalam hal ini ilmu lebih kritis
daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Sekalipun demikian
kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia dan secara kritis
dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan
manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan
mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih
baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan
pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki
tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara
cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup
sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan
manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk
sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan
dirinya sehingga dapat hidup secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih
kritis. Dengan demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain
atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi,
kebersamaannya dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut
menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang
lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya.
Unsur lain yang menurut kelompok
dapat membantu membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih
baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama mengandung
nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi
penganutnya.
Ketiga unsur pembentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik itu akan dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam
pokok-pokok berikut.
I. Manusia mengetahui dirinya dan
dunianya
Telah dikatakan sebelumnya (pada
bagian pendahuluan) bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting
dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan
lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan
dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai
tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang
mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi
pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan
kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui
segala-galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap
pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih
banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan
dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu
kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu
makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia
merupakan sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan
dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara
langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba,
kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi
batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan
dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun
yang terdapat di luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif
merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang
dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal dengan
baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia
mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau
terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu
sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat
diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi,
baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan
pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya
kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan
lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja
pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia,
dan yang membedakannya dari semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia
mempunyai hubungan dengan dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan
benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang
menghadiri dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi,
dan dapat membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia
dapat melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu menempatkan
dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).
II. Manusia dalam hidup komunitas
Secara umum komunitas dapat
diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat
permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan
yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal
balik satu dengan yang lain. Jadi, secara tidak langsung hidup
komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana terdapat
individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna mancapai suatu
tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada nilai-nilai
tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan, kerja
sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu setiap
individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu dengan
yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat
disangkal bahwa melalui kehidupan komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk
melalui proses sosialisai dan internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang
dicapai dalam hidup komunitas itu disampaikan kepada setiap individu (anggota
persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri
setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan
manusia untuk hidup secara lebih baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan
adalah apakah kehidupan komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara
lebih baik atau lebih bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka
dapat dikatakan bahwa kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik. Dapat dikatakan demikian karena pada dasarnya
kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu berarti manusia selalu berada bersama
dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak berada sendirian, melainkan selalu
berada bersama dengan orang lain. Manusia selalu berada dengan orang lain dan
membentuk suatu persekutuan yang disebut sebagai komunitas. Mereka membentuk
hidup besama karena ada nilai yang ingin dicapai secara bersama. Nilai yang
ingin dicapai adalah membentuk hidup secara lebih baik. Nilai hidup
secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama setiap
individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian
disosialisasikan kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu
menjadikan nilai tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia
secara lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu.
Nilai itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan
kritis dalam hidup.
III. Agama membantu manusia hidup
lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali
oleh renesans dengan karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami
sebagai pembentukan manusia dalam dunianya, yakni sebagai pembentukan yang
memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna
dalam dunia yang adalah dunianya. Dalam konteks ini, agama mendapat
tempat dan peranan penting. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari
budaya, terutama karena mengajarkan bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan
bijaksana dan nilai-nilai universal lainnya. Dalam agama terkandung
ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu filsafat dipahami sebagai
kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam perspektif filsafat budaya adalah
pembentukan kebijaksanaan secara internal dalam diri manusia melalui
ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari
agama dalam kehidupannya. Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana
manusia dapat memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana.
Dengan kata lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui
agama manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang
lengkap sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan
kepada para penganut atau pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh,
baik di hadapan manusia maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama
dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia
untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai
universal dalam diri manusia itu.
Penutup
Filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kehidupan manusia dapat dimengerti secara lebih sempit dengan ide pembentukan
manusia yang lebih baik. Dalam konteks atau kerangka pemikiran itu kelompok
berusaha menjelaskan dengan mengungkapkan tiga unsur yang membentuk manusia
menjadi lebih baik. Ketiga unsur tersebut antara lain: (1) pengetahuan manusia
tentang diri dan dunianya, (2) relasi manusia dalam kehidupan polis atau hidup
sosial, dan (3) agama yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai universal
yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Untuk unsur pertama dan kedua
merupakan karakter konstitutif dari arti budaya untuk orang Yunani, yaitu
penelitian dan realisasi yang manusia lakukan tentang dirinya sendiri, yakni
tentang kodrat manusia yang benar. Pengetahuan manusia tentang dirinya dan
dunianya sangat erat hubungannya dengan filsafat. Manusia tidak dapat
mewujudkan diri tanpa melalui pengetahuan akan diri sendiri dan akan dunianya.
Sementara relasi manusia dalam kehidupan sosial atau kehidupan polis sangat
erat hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Manusia tidak dapat mewujudkan
diri tanpa kehidupan dalam komunitas atau kehidupan polis.
Dan unsur ketiga dijelaskan dalam
hubungan dengan diangkat kembali pengertian budaya sebagai pembentukan manusia
dalam dunianya yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih baik
(lebih bijaksana dan kritis) dalam dunianya. Pengertian ini diangkat kembali
oleh renesans. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari budaya dalam
konteks ini. Karena agama mengandung mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan
moralitas, yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Kepustakaan
Bagus, Lorenz, Kamus Filsafat,
(Jakarta: Gramedia, 2002).
Bakker, J. W. M., Filsafat
Kebudayaan (sebuah pengantar), cet. ke-12 (Yogyakarta: Kanisius, 2004).
Montolalu, John, Filsafat Budaya
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Montolalu, John, Filsafat Ilmu
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Sumartana, Th., Ecce Homo,
(Jakarta: Aurora, 1994)
Magnis-Suseno, Franz, Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992).
Kelompok mengangkat agama sebagai
salah satu unsur pembentukan manusia untuk hidup lebih baik sebagaimana yang
diangkat pada masa renesans. Pada masa itu agama mendapat tempat dan peranan
yang penting (Bdk. Lorens Bagus, Kamus Filsafat: “Renesans”, hlm.
953-955).
Bdk., J. J. Montolalu, Filsafat
Ilmu, Catatan kuliah Mahasiswa Semester IV-VIII PS Filsafat dan PS Teologi,
hlm. 1.
Lih., Dr. J. J. Montolalu, Filsafat
Budaya, Catatan Kuliah Mahasiswa Semester VI PS Filsafat, (Pineleng:
STF-SP, 2007), hlm. 5.
filsafat ilmu tentang manusia
Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
(Ditinjau
dari Perspektif Filsafat Budaya)
Pendahuluan
Kehidupan secara lebih baik
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk
mencapai hidup secara lebih baik manusia perlu untuk dibentuk atau diarahkan.
Pembentukan manusia itu dapat melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi
pengetahuan tentang diri dan dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan
melalui agama. Dalam paper kerja ini kami akan membahas
tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu manusia untuk hidup
lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau dibatasi pada kerangka
berpikir pembentukan manusia yang lebih baik. Pembentukan manusia yang
lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya manusia, tetapi dalam arti
pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan berbudaya dalam perspektif
filsafat budaya, yakni hidup yang lebih bijaksana, dan lebih kritis.
Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat
adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Kelompok mencoba
mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur pembentuk itu antara
lain:
(1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas;
(3) agama
membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang
penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang
memadai manusia dapat mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui
secara lebih umum dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk
akal. Dalam hal ini ilmu lebih kritis
daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Sekalipun demikian
kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia dan secara kritis
dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan
manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan
mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih
baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan
pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki
tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara
cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup
sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan
manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk
sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan
dirinya sehingga dapat hidup secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih
kritis. Dengan demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain
atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi,
kebersamaannya dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut
menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang
lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya.
Unsur lain yang menurut kelompok
dapat membantu membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih
baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama mengandung
nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi
penganutnya.
Ketiga unsur pembentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik itu akan dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam
pokok-pokok berikut.
I. Manusia mengetahui dirinya dan
dunianya
Telah dikatakan sebelumnya (pada
bagian pendahuluan) bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting
dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan
lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan
dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai
tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang
mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi
pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan
kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui
segala-galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap
pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih
banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan
dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu
kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu
makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia
merupakan sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan
dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara
langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba,
kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi
batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan
dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun
yang terdapat di luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif
merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang
dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal dengan
baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia
mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau
terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu
sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat
diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi,
baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan
pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya
kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan
lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja
pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia,
dan yang membedakannya dari semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia
mempunyai hubungan dengan dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan
benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang
menghadiri dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi,
dan dapat membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia
dapat melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu menempatkan
dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).
II. Manusia dalam hidup komunitas
Secara umum komunitas dapat
diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat
permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan
yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal
balik satu dengan yang lain. Jadi, secara tidak langsung hidup
komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana terdapat
individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna mancapai suatu
tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada nilai-nilai
tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan, kerja
sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu setiap
individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu dengan
yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat
disangkal bahwa melalui kehidupan komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk
melalui proses sosialisai dan internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang
dicapai dalam hidup komunitas itu disampaikan kepada setiap individu (anggota
persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri
setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan
manusia untuk hidup secara lebih baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan
adalah apakah kehidupan komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara
lebih baik atau lebih bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka
dapat dikatakan bahwa kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik. Dapat dikatakan demikian karena pada dasarnya
kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu berarti manusia selalu berada bersama
dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak berada sendirian, melainkan selalu
berada bersama dengan orang lain. Manusia selalu berada dengan orang lain dan
membentuk suatu persekutuan yang disebut sebagai komunitas. Mereka membentuk
hidup besama karena ada nilai yang ingin dicapai secara bersama. Nilai yang
ingin dicapai adalah membentuk hidup secara lebih baik. Nilai hidup
secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama setiap
individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian
disosialisasikan kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu
menjadikan nilai tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia
secara lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu.
Nilai itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan
kritis dalam hidup.
III. Agama membantu manusia hidup
lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali
oleh renesans dengan karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami
sebagai pembentukan manusia dalam dunianya, yakni sebagai pembentukan yang
memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna
dalam dunia yang adalah dunianya. Dalam konteks ini, agama mendapat
tempat dan peranan penting. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari
budaya, terutama karena mengajarkan bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan
bijaksana dan nilai-nilai universal lainnya. Dalam agama terkandung
ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu filsafat dipahami sebagai
kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam perspektif filsafat budaya adalah
pembentukan kebijaksanaan secara internal dalam diri manusia melalui
ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari
agama dalam kehidupannya. Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana
manusia dapat memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana.
Dengan kata lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui
agama manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang
lengkap sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan
kepada para penganut atau pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh,
baik di hadapan manusia maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama
dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia
untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai
universal dalam diri manusia itu.
Penutup
Filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kehidupan manusia dapat dimengerti secara lebih sempit dengan ide pembentukan
manusia yang lebih baik. Dalam konteks atau kerangka pemikiran itu kelompok
berusaha menjelaskan dengan mengungkapkan tiga unsur yang membentuk manusia
menjadi lebih baik. Ketiga unsur tersebut antara lain: (1) pengetahuan manusia
tentang diri dan dunianya, (2) relasi manusia dalam kehidupan polis atau hidup
sosial, dan (3) agama yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai universal
yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Untuk unsur pertama dan kedua
merupakan karakter konstitutif dari arti budaya untuk orang Yunani, yaitu
penelitian dan realisasi yang manusia lakukan tentang dirinya sendiri, yakni
tentang kodrat manusia yang benar. Pengetahuan manusia tentang dirinya dan
dunianya sangat erat hubungannya dengan filsafat. Manusia tidak dapat
mewujudkan diri tanpa melalui pengetahuan akan diri sendiri dan akan dunianya.
Sementara relasi manusia dalam kehidupan sosial atau kehidupan polis sangat
erat hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Manusia tidak dapat mewujudkan
diri tanpa kehidupan dalam komunitas atau kehidupan polis.
Dan unsur ketiga dijelaskan dalam
hubungan dengan diangkat kembali pengertian budaya sebagai pembentukan manusia
dalam dunianya yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih baik
(lebih bijaksana dan kritis) dalam dunianya. Pengertian ini diangkat kembali
oleh renesans. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari budaya dalam
konteks ini. Karena agama mengandung mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan
moralitas, yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Kepustakaan
Bagus, Lorenz, Kamus Filsafat,
(Jakarta: Gramedia, 2002).
Bakker, J. W. M., Filsafat
Kebudayaan (sebuah pengantar), cet. ke-12 (Yogyakarta: Kanisius, 2004).
Montolalu, John, Filsafat Budaya
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Montolalu, John, Filsafat Ilmu
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Sumartana, Th., Ecce Homo,
(Jakarta: Aurora, 1994)
Magnis-Suseno, Franz, Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992).
Kelompok mengangkat agama sebagai
salah satu unsur pembentukan manusia untuk hidup lebih baik sebagaimana yang
diangkat pada masa renesans. Pada masa itu agama mendapat tempat dan peranan
yang penting (Bdk. Lorens Bagus, Kamus Filsafat: “Renesans”, hlm.
953-955).
Bdk., J. J. Montolalu, Filsafat
Ilmu, Catatan kuliah Mahasiswa Semester IV-VIII PS Filsafat dan PS Teologi,
hlm. 1.
Lih., Dr. J. J. Montolalu, Filsafat
Budaya, Catatan Kuliah Mahasiswa Semester VI PS Filsafat, (Pineleng:
STF-SP, 2007), hlm. 5.
Langganan:
Postingan (Atom)