Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
Filsafat
Sebagai Ilmu Tentang Kehidupan Manusia
(Ditinjau
dari Perspektif Filsafat Budaya)
Pendahuluan
Kehidupan secara lebih baik
merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dalam kehidupannya. Untuk
mencapai hidup secara lebih baik manusia perlu untuk dibentuk atau diarahkan.
Pembentukan manusia itu dapat melalui pendidikan atau ilmu yang mempengaruhi
pengetahuan tentang diri dan dunianya, melalui kehidupan sosial atau polis, dan
melalui agama. Dalam paper kerja ini kami akan membahas
tentang unsur-unsur pembentuk manusia yang dapat membantu manusia untuk hidup
lebih baik. Dengan kata lain, konteks filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kahidupan manusia akan lebih disempitkan atau dibatasi pada kerangka
berpikir pembentukan manusia yang lebih baik. Pembentukan manusia yang
lebih baik bukan dalam arti moral; baik buruknya manusia, tetapi dalam arti
pembentukan manusia sebagai makhluk yang hidup dan berbudaya dalam perspektif
filsafat budaya, yakni hidup yang lebih bijaksana, dan lebih kritis.
Filsafat bukanlah ilmu positif seperti fisika, kimia, biologi, tetapi filsafat
adalah ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Kelompok mencoba
mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur pembentuk itu antara
lain:
(1) pengetahuan manusia tentang diri sendiri dan lingkungannya;
(2) manusia dalam hubungannya dengan hidup komunitas;
(3) agama
membantu manusia hidup dengan lebih baik.
Pengetahuan menjadi unsur yang
penting dalam usaha membentuk manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang
memadai manusia dapat mengembangkan diri dan hidupnya. Apa yang diketahui
secara lebih umum dalam pengetahuan, dalam ilmu diketahui secara lebih masuk
akal. Dalam hal ini ilmu lebih kritis
daripada hanya menerima apa yang didapat dari pengetahuan. Sekalipun demikian
kelompok megangkat pengetahuan untuk memahami hidup manusia dan secara kritis
dilihat oleh ilmu. Pengetahuan yang dimaksud di sini lebih pada pengetahuan
manusia tentang diri sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan
mengenal dirinya secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih
baik dalam dunia yang adalah dunianya. Berkaitan dengan itu manusia juga membutuhkan
pengetahuan tentang lingkungan atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki
tentang dunia atau lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara
cepat dan lebih mudah.
Manusia ternyata tidak hidup
sendirian dalam dunianya. Ia hidup dalam hubungan dengan dan membutuhkan
manusia lain, yang menunjukkan hakikat dari manusia, yaitu sebagai makhluk
sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk dapat membentuk dan mengembangkan
dirinya sehingga dapat hidup secara lebih baik; lebih bijaksana dan lebih
kritis. Dengan demikian manusia pada hakikatnya hidup bersama dengan orang lain
atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami kehidupan polis. Jadi,
kebersamaannya dengan orang lain dalam suatu komunitas inilah yang turut
menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia itu hidup atas cara yang
lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya.
Unsur lain yang menurut kelompok
dapat membantu membentuk manusia sehingga manusia dapat hidup secara lebih
baik, lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama mengandung
nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang baik bagi
penganutnya.
Ketiga unsur pembentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik itu akan dilihat dan dijelaskan secara lebih dalam
pokok-pokok berikut.
I. Manusia mengetahui dirinya dan
dunianya
Telah dikatakan sebelumnya (pada
bagian pendahuluan) bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang penting
dalam hubungan dengan pembentukan manusia untuk hidup secara lebih baik dan
lebih sempurna. Manusia adalah makluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan akan
dirinya. Selain itu juga manusia juga mempunyai pengetahuan akan dunia sebagai
tempat dirinya bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah dunia yang
mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam hidup. Dunia di mana
manusia bereksistensi dapat memberikan kepada manusia sesuatu yang berguna bagi
pembentukan dan pengembangan dirinya.
Pengetahuan merupakan kekayaan dan
kesempurnaan bagi makhluk yang memilikinya. Manusia dapat mengetahui
segala-galanya, maka ia menguasai makhluk lain yang penguasaannya terhadap
pengetahuan kurang. Dalam lingkungan manusia sendiri seseorang yang tahu lebih
banyak adalah lebih baik bila dibandingkan dengan yang tidak tahu apa-apa. Pengetahuan menjadikan manusia berhubungan
dengan dunia dan dengan orang lain, dan itu membentuk manusia itu sendiri.
Namun, pengetahuan manusia begitu
kompleks. Pengetahuan manusia menjadi kompleks karena dilaksanakan oleh suatu
makhluk yang bersifat daging dan jiwa sekaligus, maka pengetahuan manusia
merupakan sekaligus inderawi dan intelektif. Pengetahuan
dikatakan inderawi lahir atau luar bila pengetahuan itu mencapai secara
langsung, melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba,
kenyataan yang mengelilingi manusia. Sementara, pengetahuan itu dikatakan inderawi
batin ketika pengetahuan itu memperlihatkan kepada manusia, dengan ingatan
dan khayalan, baik apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun
yang terdapat di luar jangkauan manusia. Pengetahuan intelektif
merupakan watak kodrati pengetahuan manusia yang lebih tinggi.
Lalu bagaimana pengetahuan yang
dimiliki manusia tentang dirinya dan dunianya dapat membentuk manusia untuk
hidup secara lebih baik? Manusia mengetahui dirinya berarti mengenal dengan
baik kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Sementara, manusia
mengetahui duninya berarti menusia mengenal secara baik apa yang ada atau
terkandung dalam dunianya itu, baik potensi yang dapat memudahkan manusia itu
sendiri maupun tantangan yang diperhadapkan kepadanya. Kekurangan manusia dapat
diatasi dengan apa yang ada dalam dunianya. Tentu saja melalui suatu relasi,
baik relasi dengan orang lain maupun relasi dengan alam. Pengetahuan dan
pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia untuk mengarahkan dirinya
kepada hidup yang lebih baik. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya dan
lingkungannya adalah melalui pendidikan. Dan pendidikan di sini tentu saja
pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk manusia,
dan yang membedakannya dari semua binatang.
Jadi, melalui pengetahuanlah manusia
mempunyai hubungan dengan dirinya, dunia dan orang lain. Melalui pengetahuan
benda-benda dimanisfestasikan dan orang-orang dikenal, dan bahwa tiap orang
menghadiri dirnya. Melalui pengetahuan pula manusia bisa berada lebih tinggi,
dan dapat membentuk hidupnya secara lebih baik. Dengan pengetahuan manusia
dapat melalukan sesuatu atau membentuk kembali sesuatu yang rusak menjadi baik
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Melalui pengetahuan manusia dapat
mengenal dirinya, orang lain dan dunia di sekitarnya, sehingga ia mampu menempatkan
dirinya dalam dunianya itu (dapat beradaptasi dengan dunianya).
II. Manusia dalam hidup komunitas
Secara umum komunitas dapat
diartikan sebagai suatu perkumpulan atau persekutuan manusia yang bersifat
permanen demi pencapaian suatu tujuan umum yang diinginkan. Dan umumnya tujuan
yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta dan keprihatinan timbal
balik satu dengan yang lain. Jadi, secara tidak langsung hidup
komunitas dapat dimengerti sebagai suatu kehidupan dimana terdapat
individu-individu manusia yang membentuk suatu persekutuan guna mancapai suatu
tujuan bersama. Dan tujuan yang dicapai itu selalu merunjuk pada nilai-nilai
tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai kebaikan, keindahan, kerja
sama dan sebagainya. Selanjutnya, dalam mencapai tujuan bersama itu setiap
individu (anggota persekutuan) saling berinteraksi atau bekerjasama satu dengan
yang lain guna tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
Akan tetapi serentak pula tak dapat
disangkal bahwa melalui kehidupan komunitas kepribadian manusia dapat dibentuk
melalui proses sosialisai dan internalisasi. Artinya, melalui nilai-nilai yang
dicapai dalam hidup komunitas itu disampaikan kepada setiap individu (anggota
persekutuan). Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan oleh pegangan dalam diri
setiap individu.
Dalam hubungan dengan pembentukan
manusia untuk hidup secara lebih baik, maka pertanyaan yang patut dikemukakan
adalah apakah kehidupan komunitas dapat membentuk manusia untuk hidup secara
lebih baik atau lebih bijaksana dan kritis?
Menjawab pertanyaan di atas maka
dapat dikatakan bahwa kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia secara
lebih baik. Dapat dikatakan demikian karena pada dasarnya
kodrat manusia adalah makhluk sosial. Itu berarti manusia selalu berada bersama
dengan sesamanya atau orang lain. Ia tidak berada sendirian, melainkan selalu
berada bersama dengan orang lain. Manusia selalu berada dengan orang lain dan
membentuk suatu persekutuan yang disebut sebagai komunitas. Mereka membentuk
hidup besama karena ada nilai yang ingin dicapai secara bersama. Nilai yang
ingin dicapai adalah membentuk hidup secara lebih baik. Nilai hidup
secara lebih baik itu dicapai lewat interaksi atau kerja sama setiap
individu dalam komunitas. Selanjutnya, setelah mencapai nilai yang
diinginkan itu (membentuk hidup secara lebih baik), kemudian
disosialisasikan kepada individu (anggota komunitas) dan selanjutnya individu
menjadikan nilai tersebut menjadi pegangan dalam dirinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa melalui kehidupan komunitas dapat membentuk hidup manusia
secara lebih baik, lewat nilai yang ditemukan dalam kehidupan komunitas itu.
Nilai itulah yang membentuk manusia menjadi lebih baik, lebih bijaksana dan
kritis dalam hidup.
III. Agama membantu manusia hidup
lebih baik
Arti budaya telah diangkat kembali
oleh renesans dengan karakter naturalistik, yaitu budaya dipahami
sebagai pembentukan manusia dalam dunianya, yakni sebagai pembentukan yang
memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih bijaksana dan lebih sempurna
dalam dunia yang adalah dunianya. Dalam konteks ini, agama mendapat
tempat dan peranan penting. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari
budaya, terutama karena mengajarkan bagaimana hidup dengan baik, hidup dengan
bijaksana dan nilai-nilai universal lainnya. Dalam agama terkandung
ajaran-ajaran kebijaksanaan (dalam arti tertentu filsafat dipahami sebagai
kebijaksanaan) yang dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, hidup yang lebih baik dalam perspektif filsafat budaya adalah
pembentukan kebijaksanaan secara internal dalam diri manusia melalui
ajaran-ajaran agama.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari
agama dalam kehidupannya. Maksudnya adalah bahwa agama menjadi sarana di mana
manusia dapat memenuhi keinginannya untuk dapat hidup dengan lebih bijaksana.
Dengan kata lain agama membantu manusia untuk dapat hidup lebih baik. Melalui
agama manusia dapat menjadi bijaksana untuk mencapai realisasi dirinya yang
lengkap sehingga menjadi suatu microcosmos yang sempurna dalam macrocosmos.
Setiap agama umumnya mengajarkan
kepada para penganut atau pengikutnnya untuk hidup sebagai orang yang saleh,
baik di hadapan manusia maupun di hadapan yang ilahi. Dengan demikian agama
dapat mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik. Agama membentuk manusia
untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana dengan menanamkan nilai-nilai
universal dalam diri manusia itu.
Penutup
Filsafat budaya sebagai ilmu tentang
kehidupan manusia dapat dimengerti secara lebih sempit dengan ide pembentukan
manusia yang lebih baik. Dalam konteks atau kerangka pemikiran itu kelompok
berusaha menjelaskan dengan mengungkapkan tiga unsur yang membentuk manusia
menjadi lebih baik. Ketiga unsur tersebut antara lain: (1) pengetahuan manusia
tentang diri dan dunianya, (2) relasi manusia dalam kehidupan polis atau hidup
sosial, dan (3) agama yang mengandung dan mengajarkan nilai-nilai universal
yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Untuk unsur pertama dan kedua
merupakan karakter konstitutif dari arti budaya untuk orang Yunani, yaitu
penelitian dan realisasi yang manusia lakukan tentang dirinya sendiri, yakni
tentang kodrat manusia yang benar. Pengetahuan manusia tentang dirinya dan
dunianya sangat erat hubungannya dengan filsafat. Manusia tidak dapat
mewujudkan diri tanpa melalui pengetahuan akan diri sendiri dan akan dunianya.
Sementara relasi manusia dalam kehidupan sosial atau kehidupan polis sangat
erat hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Manusia tidak dapat mewujudkan
diri tanpa kehidupan dalam komunitas atau kehidupan polis.
Dan unsur ketiga dijelaskan dalam
hubungan dengan diangkat kembali pengertian budaya sebagai pembentukan manusia
dalam dunianya yang memperkenankan manusia hidup atas cara yang lebih baik
(lebih bijaksana dan kritis) dalam dunianya. Pengertian ini diangkat kembali
oleh renesans. Agama dimengerti sebagai unsur integral dari budaya dalam
konteks ini. Karena agama mengandung mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan
moralitas, yang dapat mengarahkan dan membentuk manusia menjadi lebih baik.
Kepustakaan
Bagus, Lorenz, Kamus Filsafat,
(Jakarta: Gramedia, 2002).
Bakker, J. W. M., Filsafat
Kebudayaan (sebuah pengantar), cet. ke-12 (Yogyakarta: Kanisius, 2004).
Montolalu, John, Filsafat Budaya
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Montolalu, John, Filsafat Ilmu
(Catatan Kuliah Untuk Mahasiswa), (Pineleng: STF-SP, 2007).
Sumartana, Th., Ecce Homo,
(Jakarta: Aurora, 1994)
Magnis-Suseno, Franz, Filsafat
Sebagai Ilmu Kritis, (Yogyakarta: Kanisius, 1992).
Kelompok mengangkat agama sebagai
salah satu unsur pembentukan manusia untuk hidup lebih baik sebagaimana yang
diangkat pada masa renesans. Pada masa itu agama mendapat tempat dan peranan
yang penting (Bdk. Lorens Bagus, Kamus Filsafat: “Renesans”, hlm.
953-955).
Bdk., J. J. Montolalu, Filsafat
Ilmu, Catatan kuliah Mahasiswa Semester IV-VIII PS Filsafat dan PS Teologi,
hlm. 1.
Lih., Dr. J. J. Montolalu, Filsafat
Budaya, Catatan Kuliah Mahasiswa Semester VI PS Filsafat, (Pineleng:
STF-SP, 2007), hlm. 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar