1. DEFINISI KEPRIBADIAN
Apabila seorang ahli antropologi, sosilogi,
atau psikologi berbicara mengenai “pola kelakukan manusia”, maka yang
dimaksudkan adalah kelakuan dalam arti yang sangat khusus, yaitu kelakukan
organisme manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan-dorongan,
refleks-refleks, atau kelakukan manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan
ditentukan oleh akalnya dan jiwanya, yaitu kelakuan manusia yang membabi-buta.
Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang
menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia
itu, adalah apa yang disebut “kepribadian” atau personality.
Dalam bahasa populer, istilah “kepribadian”
juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan
kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Kalau dalam bahasa
sehari-hari kita angap bahwa seorang tertentu mempunyai beberapa ciri watak
yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah
lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang
berbeda dari individu-individu lainnya.
2. UNSUR-UNSUR KEPRIBADIAN
Pengetahuan. Unsur-unsur yang mengisi akal dan
alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara nyata terkandungg dalam otaknya.
Dalam lingkungan individu itu ada bermacam-macam hal yang dialaminya melalui
penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang
lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau,
rasa, sentuhan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan
sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu dibagian-bagian tertentu dari
otaknya.
Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus
kepada bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, seringkali
juga diolah oleh suatu proses dalam akalnya yang menghubungkan penggambaran
tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang pernah diterima dan
diprokyesikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, dalam ilmu psikologi disebut
“apersepsi”.
Penggambaran yang lebih intensif terfokus,
yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu
psikologi disebut “pengamatan”. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu
kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang sebenarnya
dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai macam penggambaran
yang menjadi bahan konkret dan penggambaran baru itu. Pengambaran abstrak itu
dalam ilmu sosial disebut “konsep”. Penggambaran tentang lingkungannya tadi ada
yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta
dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu, yang sebenarnya tidak akan pernah
ada dalam kenyataan. Penggambaran baru yang seringkali juga tidak realistik itu
dalam ilmu psikologi disebut “fantasi”.
Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan,
konsep, dan fantasi tadi merupakan unsur-unsur “pengetahuan” seseorang individu
yang sadar. Unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu
saja, melainkan hanya terdesak masuk saja kedalam bagian dari jiwa manusia yang
dalam ilmu psikologi disebut alam “bawah sadar” (sub-conscious).
Perasaan. Apersepsi seseoran individu yang
menggambarkan diri sendiri sedang menikmati segelas Green Spot dingin tadi
menimbulkan dalam kesadarannya suatu “perasaan” yang positif, yaitu perasaan nikmat,
dan perasaan nikmat itu sampai nyata mengeluarkan air liur. Suatu kehendak juga
dapat menjadi sangat keras, dan hal itu sering terjadi apabila hal yang
dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau sebaliknya. Dengan demikian ia
mendapat suatu kehendak keras, atau “keinginan”. Suatu keinginan dapat juga
menjadi lebih besar lagi sehingga menjadi sangat besar. Suatu perasaan keras
itu biasanya disebut “emosi”.
Dorongan Naluri. Kesadaran manusia menurut
para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yan tidak
ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung
dalam organismenya, dan khususnya dalam gen-nya sebagai naluri. Kemauuan yang
sudah merupakan naluri pada tiap mahkluk manusia itu, oleh beberapa ahli
psikologi disebut “dorongan” (drive). Ada berbagai perbedaan paham antara para
ahli psikologi, namun semua seia sekata bahwa ada paling sedikit tujuh macam
dorongan naluri, yaitu :
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup.
2. Dorongan sex.
3. Dorongan untuk usaha mencari makan.
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi
dengan sesama manusia.
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku
sesamanya.
6. Dorongan untuk berbakti
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti
keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak.
3. MATERI DARI UNSUR-UNSUR KEPRIBADIAN
Kepribadian seorang individu, seperti apa yang
telah kita pelajari diatas, terisi dengan pengetahuan, khususnya persepsi,
penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi mengenai aneka macam
hal yang berbeda dalam lingkungan individu yang bersangkutan. Seorang ahli
etnopsikologi, A.F.C. Wallace, pernah membuat suatu kerangka dimana terdaftar
secara sistem atikal seluruh materi yang menjadi objek dan sasaran unsur-unsur
kepribadian manusia yang pokok, yaitu :
1. Aneka warna kebutuhan organik diri sendiri,
aneka warna kebutuhan serta dorongan psikologi diri sendiri, dan aneka warna
kebutuhan serta dorongan organik maupun psikologi sesama manusia yang lain
daripada diri sendiri.
2. Aneka warna hal yang bersangkutan dengan
kesadaran individu akan identitas diri sendiri, atau “identitas aku”, baik
aspek fisik maupun psikologinya, dan segala hal yang bersangkutan dengan
kesadaran individu mengenai bermacam-macam kategori manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, benda, zat, kekuatan, dan gejala alam, baik yang nyata maupun
yang gaib dalam lingkungan sekelilingnya.
3. Berbagai macam cara untuk memenuhi,
memperkuat, berhubungan, mendapatkan, atau mempergunakan, aneka warna kebutuhan
dari hal tersebut diatas, sehingga tercapai keadaan memuaskan dalam kesadaran
individu bersangkutan.
4. ANEKA WARNA KEPRIBADIAN
Aneka Warna Kepribadian Individu. Aneka warna
materi yang menjadi isi dan sasaran dari pengetahuan, perasaan, kehendak, serta
keinginan kepribadian serta perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur
kepribadian dalam kesadaran individu, menyebabkan adanya beraneka macam
struktur kepribadian pada setiap manusia yang hidup dimuka bumi, dan
menyebabkan bahwa peribadian tiap individu itu unik berbeda dengan kepribadian
individu yang lain.
Ilmu antropologi, dan juga ilmu sosial lainnya
seperti sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu politik dan lain-lain, tidak mempelajari
individu. Ilmu-ilmu itu mempelajari seluruh pengetahuan, gagasan, dan konsep
yang umum hidup dalam masyarakat, artinya pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
dianut oleh sebagian sebesar warga sesuatu masyarakat yang biasanya disebut
“adat-istiadat”. Seluruh kompleks tingkah laku umum berwujud pola-pola tindakan
yang saling berkaitan satu dengan lain itu disebut sistem sosial (social system).
Ilmu antropologi juga mempelajari kepribadian yang ada pada sebagian besar
warga sesuatu masyarakat, yang disebut kepribadian umum atau watak umum (modal
personality).
Kepribadian Umum. Para ahli antropologi
berpendirian bajwa dengan mempelajari adat-istiadat pengasuhan anak yang khas
itu akan dapat diduga adanya berbagai unsur kepribadian yang merupakan akibat
dari pengalaman-pengalaman sejak masa anak-anak pada sebagian besar warga
masyarakat yang bersangkutan.
Kepribadian Barat dan Kepribadian Timur. Dalam
banyak tulisan tentang masalah kebudayaan sering dibicarakan soal perbedaan
antara kepribadian manusia yang berasal dari kebudayaan Barat, dan kepribadian
manusia yang asal dari kebudayaan Timur. Dengan demikian timbul dua konsep yang
kontras, yaitu Kepribadian Timur dan Kepribadian Barat. Mereka yang suka
mendiskusikan kontras antara kedua konsep tersebut biasanya menyangka bahwa
Kepribadian Timur mempunyai pandangan hidup yang mementingkan kehidupan
kerohanian, mistik, pikiran prelogis, keramah-tamahan, dan kehidupan kolektif,
sedangkan Kepribadian Barat mempunyai pandangan hidup yang mementingkan
kehidupan material, pikiran logis, hubungan berdasarkan azas guna, dan
individualisme.
Adapun kontras kolektivisme individualisme
Timur-Barat nerupakan kontras mengenai orientasi nilai budaya manusia dan dapat
dikaitkan dengan konsep tentang Kepribadian Timur-Barat yang pernah
dikembangkan sarjana Amerika keturunan Cina, Francis L.K. Hsu, yang
mengkombinasikan dalam dirinya suatu keahlian dalam ilmu antropologi, ilmu
psikologi, ilmu filsafat serta kesusasteraan Cina Klasik. Dalam sebuah
karangannya berjudul Psychological Homeostasis and Jen, yang dimuat dalam
majalah American Anthropologist jilid 73, tahun 1971 (hal. 2344), Hsu telah
menyatakan pendapatnya bahwa ilmu psikologi yang dikembangkan didalam
masyarakat negara-negara Eropa Barat, dimana konsep individu memang mengambil
tempat yang sangat penting, biasanya menganalisa jiwa manusia dengan terlampau
banyak menekan kepada pembatasan konsep individu sebagai suatu kesatuan analisa
tersendiri.
Dengan demikian untuk menghindari pendekatan
terhadap jiwa manusia itu. Hanya sebagai suatu objek yang terkandung dalam
batas individu yang terisolasi, maka Hsu telah mengembangkan suatu konsepsi
bahwa alam jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya itu mengandung delapan
daerah yang berwujud seolah-olah seperti lingkaran-lingkaran konsentrikal
sekitar diri pribadinya.
Lingkaran no. 7 dan 6 dalah daerah dalam jiwa
individu yang oleh para ahli psikologi sisebut daerah “tak sadar” dan
“sub-sadar”. Kedua lingkaran itu berada didaerah pedalaman dari alam jiwa
individu, dan terdiri dari bahan pikiran dan gagasan yan telah terdesak kedalam
sehingga tak disadari oleh individu bersangkutan.
Bagan 9. Psiko Sosiogram Manusia
Kemudian ada lingkaran no. 5 yang disebut oleh
Hsu “kesadaran yang tak dinyatakan” (unexpressed consciousness). Lingkaran itu
terdiri dari pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan yang disadari penuh oleh
individu bersangkutan, tetapi yang disimpan saja olehnya dalam alam jiwanya
sendiri dan tidak dinyatakannya kepada siapapun juga dalam lingkungannya. Ini
disebabkan karena ada kemungkinan bahwa : ia takut, ia malu, ia bersalah atau
ia tidak dapat menemukan kata-kata atau perumusan yan cocok untuk menyatakan
gagasan yang bersanggkutan tadi kepada sesamanya.
Selanjutnya ada lingkaran no. 4 yang oleh Hsu
disebut “kesadaran yan dinyatakan” (expressed conscious). Lingkaran ini dalam
alam jiwa manusia mengandung pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan
perasaan-perasaan yang dapat dinyatakan secara terbuka oleh individu kepada
sesamanya, yang dengan mudah dapat diterima dan dijawab pula oleh sesamanya.
Lingkaran no. 3 yang oleh Hsu disebut
“lingkaran hubungan karib” (intimate cosiety) mengandung konsepsi-konsepsi tentang
orang-orang, binatang, atau benda-benda yang oleh individu diajak bergaul mesra
dan karib, yang bisa dipakai sebagai tempat berlindung dan tempat mencurahkan
isi hati apabila sedang terkena tekanan batin atau dikejar-kejar oleh kesedihan
serta masalah-masalah hidup yang menyulitkan.
Sikap manusia terhadap orang binatang atau
benda-benda dalam lingkaran no. 2 yang dapat kita sebut “lingkungan hubungan
berguna” tidak lagi ditandai oleh sikap sayang mesra, melainkan ditentukan oleh
fungsi kegunaan dari orang, binatang, atau benda-benda itu bagi dirinya.
Lingkaran no. 1 yang dapat disebut “lingkaran huhungan jauh” terdiri dari
pikiran dan sikap dalam alam jiwa manusia tentang manusia, benda-benda,
alat-alat, pengetahuan, dana dan yang ada dalam kebduayaan dan masyarakatnya
sendiri, tetapi yang jarang sekali mempunyai arti dan pengaruh lansung terhadap
kehidupannya sehari-hari.
Daerah no. 0, yang disebut “lingkaran dunia
luar” terdiri dari pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan yang hampir sama
dengan pikiran-pikiran yang terletak dalam lingkaran-lingkaran nomor 1, hanya
saja bedanya antara yang pertama dan yang kedua ialah bahwa yang pertama
terdiri dari pikiran-pikiran dan anggapan-anggapan tentang orang dan hal yan
terletak diluar masyarakat dan negara Indonesia, dan ditanggapi oleh individu
bersangkutan dengan sikap masa bodoh.
Berdasarkan konsepsi terurai diatas, maka Hsu
mengusulkan untuk mengembangkan suatu konsep kepribadian yang lain sebagai
tambahan terhadap konsep personality yang telah lama dikembangkan para ahli
psikologi Barat itu. Konsep yang dapat dipakai sebagai landasan untuk
mengembangkan konsep lain itu menurut Hsu adalah konsep jen dalam kebudayaan
Cina. Jen adalah “manusia yang berjiwa selaras, manusia yang berkepribadian”.
Keterangan psikologi dari Hsu ini, yang
mencoba melihat perbedaan antara manusia yang hidup dalam lingkungan Kebudayaan
Timur dan manusia yang hidup dalam lingkungan Kebudayaan Barat itu, memang
mencoba menyelami sumber-sumber inti dari perbedaan itu. Semua perbedaan
lahiriah antara kedua tipe manusia itu hanyalah akibat dari perbedaan inti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar